Otak kanan seharusnya menjadi andalan bagi animator atau pendamping anak dan kaum muda (Katholik). Bahkan segala sesuatu yang dilakukan oleh animator harusnya dimulai dari bagian ini. Bagaimana cara mengasah otak kanan?
Penelitian akan penggunaan otak kanan semakin banyak dibahas. Pergeseran perhatian orang dari IQ (intellectual quotient)
menjadi EQ (emotional quotient) mulai menjadi titik awal bagaimana otak
kanan dianggap memiliki potensi terbesar dalam keberhasilan seseorang. Termasuk
pula dalam sistem pendidikan di Indonesia, yang dianggap kurang mengasah
perkembangan otak kanan. Itulah sebabnya pendidikan di Indonesia dapat membuat
orang pintar, namun tidak kreatif. Akan tetapi, kini mulai banyak orang yang
tersadarkan akan pentingnya otak kanan. Bukan apa-apa, dalam era kompetisi yang
semakin menghebat, setiap orang tidak hanya dituntut pintar, namun juga
diharuskan memiliki kemampuan dalam berkreasi dan berimprovisasi sehingga
semakin membumikan atau memanusiakan pikiran-pikiran yang ada di otak kiri.
Seperti mereka
yang bergerak di bidang marketing, para penggerak dan pembina anak dan kaum
muda, otak kanan jelas harus banyak dipergunakan. Sekalipun Peter Fisk dalam
bukunya Marketing Genius juga ‘mewanti-wanti’ agar para marketer jangan
terlalu ‘kebablasan’ dalam mempergunakan otak kanan. Sebab, kreativitas yang
muncul nanti bisa tidak sesuai dengan kebutuhan pasar lantaran tidak
mempergunakan otak kiri untuk menganalisa kebutuhan konsumen.
Dunia anak dan
remaja banyak memulai sesuatu dari otak kanan. Sebagai contoh, dalam new
program development, tahap paling awal adalah idea generation, dan itu berarti memulai dengan otak
kanan, karena kreativitas hanya ada di otak kanan. Demikian pula dalam
pengembangan program, otak kananlah yang harus banyak berfungsi.
Jika di setiap training marketing saya sering mencontohkan bagaimana
marketer kini tidak boleh hanya memanfaatkan core product. Dalam
persaingan, marketer harus memperluas core product menjadi tangible
product dan augmented product. Artinya, produk tersebut harus lebih
banyak berbicara tentang konteks dibandingkan kontennya. Apalagi, konsumen
Indonesia, lebih cenderung context oriented. Artinya, mereka ini lebih
tertarik pada ‘bungkus’-nya bukan pada isi. Oleh karenanya, penggunaan otak
kanan dalam membungkus produk dengan konteks harus semakin dipergunakan. Hal
ini juga berlaku bagi pengembangan dunia anak dan remaja.
Hal lain yang harus diperhitungkan dalam pengembangan dunia anak dan
remaja dewasa ini sebenarnya adalah visualisasi, yang lebih menggambarkan
sesuatu dibandingkan tulisan. Semakin banyaknya informasi dan komunikasi yang
membombardir anak dan remaja, membuat bahasa visual lebih efektif untuk dikedepankan.
Visualisasi membuat anak dan remaja lebih bisa menerima dan mencerna dengan
cepat komunikasi dan content yang
ingin disampaikan.
Para animator kini seharusnya juga semakin membutuhkan dunia
entertainment, seperti film dan musik untuk bisa mendukung pengembangan
pendampingan dan proses belajar anak dan remaja. Semuanya itu membutuhkan
kreativitas yang brilian dari animator. Di sinilah otak kanan juga harus
bekerja. Oleh karena itu, mau tidak mau, para animator harus selalu mengasah
otak kanannya supaya bisa menciptakan inovasi-inovasi baru. Apalagi kini para
animator seperti dituntut untuk bisa menemukan dan menjalankan blue ocean
strategy, layaknya dalam dunia bisnis. Salah satu ciri utama penerapan blue ocean strategy adalah lahirnya
produk atau program yang out of the box. Ini
semakin ‘memaksa’ para animator untuk mencoba mengoptimalkan otak kanan, bahkan
mungkin melebihi pengoptimalan otak kiri yang selama ini sudah terlalu sering
dieksploitasi.
Pertanyaan yang muncul kemudian tentunya adalah, bagaimana cara kita
mengasah otak kanan? Ada beberapa tes yang bisa dilakukan untuk mengukur sejauh
mana Anda bisa mempergunakan otak kanan. Di internet misalnya, cukup banyak
situs yang memberikan cara untuk melakukan tes otak kanan, seperti bagaimana
kita memvisualisasikan gambar dua dimensi menjadi tiga dimensi, atau satu
gambar tiga dimensi divisualisasikan menjadi dua atau lebih jenis gambar tiga
dimensi lainnya, dan berbagai jenis tes lainnya.
Memang sepertinya terlihat sederhana, namun mengasah otak kanan
bukanlah pekerjaan yang mudah. Hal ini sama dengan ketika ingin meningkatkan
atau mendapatkan wisdom dalam diri kita. Wisdom akan semakin
terasah dan teruji, jika kita semakin banyak pengalaman (bukan faktor usia),
lebih banyak knowledge yang telah kita olah, dan yang lebih penting knowledge
yang telah kita dapatkan tersebut kita aktualisasikan menjadi sebuah experience.
Sistem pendidikan yang terlalu lama memengaruhi kehidupan orang
Indonesia, dengan otak kiri yang menjadi panglima, membuat upaya memberdayakan
otak kanan menjadi tidak mudah. Untuk mengatasi hal ini, saya ada beberapa
tips, misalnya biasakanlah untuk melihat apa yang tidak terlihat. Artinya,
gunakan imajinasi lebih sering dari biasanya. Karena imajinasi merupakan cikal
bakal realitas. Oleh karena itu, biarkan imajinasi berjalan dulu baru pikiran
mencari jalan untuk mewujudkannya.
Imagination is more important than knowledge.
Knowledge is limited, imagination encircles the world.- Albert Einstein -
Selain itu, para animator jangan pernah canggung dengan segala bentuk
sintesis. Menurut saya, ada lima pola pikir yang bisa membentuk otak kanan.
Pertama, adalah generalis, yakni mencoba untuk menguasai berbagai hal dan
menyimpan gagasan sekaligus di otak sekalipun berlawanan. Kedua adalah crosser, yakni meninggalkan satu
bidang ke bidang lain. Meninggalkan satu kebiasaan menuju kebiasaan lain dan
baru yang lebih baik. Ketiga, tricker,
yakni mencoba gesit dalam menyongsong ketidakteraturan, ketidakurutan, bahkan
ketidakpastian. Keempat, connector,
yakni menghubungkan sesuatu yang semula tidak ada hubungannya, menjadi ter-connected. Kelima, detector, yakni mencoba mengurai sesuatu yang kompleks
hingga bisa melihat apa yang tidak dilihat kebanyakan orang.
Jadi, para animator yang kreatif harus terbiasa menggunakan otak
kanan, mempergunakan pikiran secara holistik, menyebar, serentak dan acak (lateral).
Bagaimana dengan Anda?
0 komentar:
Posting Komentar